Kamis, 10 Juli 2014

Bisakah Stress terjadi Pada Anak-Anak?


STRESS…bukan hanya milik orang dewasa saja, stress bisa juga dialami oleh anak-anak. Seringkali orangtua nya yang bermasalah anak terkena imbas nya, merasa tertekan dan akhirnya stres. Terkadang orangtua tidak menyadari dan merasa hal biasa melihat perubahan pada anak. Stress pada anak harus segera diatasi karena bisa berdampak pada tumbuh kembang anak selanjutnya.

Penelitian menunjukkan bahwa dampak negative stres lebih sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 10 tahun, memiliki temperamen sulit beradaptasi, laki-laki, berintelegensi rendah, cacat atau mengalami stres pralahir.

Faktor penyebab stress pada anak menurut Widayatri Sekka Udaranti - Psikolog Anak – bisa disebabkan oleh beberapa hal, dari intern (keluarga) dan dari lingkungan luar seperti sekolah dan lingkungan bermain nya. Beberapa factor penyebab terjadinya stress pada anak antara lain

1. Self - esteem .
factor pencetus anak menjadi stress berbeda-beda dan disesuaikan dengan karakteristik anak itu sendiri. Menilik dari teori psikolog anak, usia 3-5 tahun adalah usia dimana anak sedang semangat2 nya mengeksplorasi diri dan senang mengenal dunia yang baru dia alami. Dalam prosesnya ternyata anak banyak dilarang atau diremehkan dapat membuatnya merasa cemas dan kehilangan self-esteem . bila sudah merasa cemas dan tidak bisa mengungkapkan , hal ini menjadi menumpuk dan membuatnya stress.

2. Awal sekolah.
Lingkungan baru, teman baru, ketemu banyak orang dewasa baru, situasi belajar baru membuatnya harus beradaptasi. Bila kemampuan beradaptasinya kurang baik akan menyebabkan anak stress.
3. Perlakuan tidak adil. Biasa terjadi pada saat akan memiliki adik baru atau disebut dengan sibling rivalry . anak merasa orangtuanya tidak sayang lagi, pilih kasih, dan ia merasa terancam dengan datangnya adik baru. Karena itu orangtua perlu mempertimbangkan waktu yang tepat kapan memiliki anak lagi.

4. Perceraian.
Orangtua yang bercerai bisa membuat anak jadi stress. Anak merasa tidak memiliki seseorang yang bisa dijadikan teladan atau panutan. Kelak dewasa nanti anak tidak punya gambaran bagaimana berinteraksi dan menjalin hubungan yang baik dengan pasangannya.

Bagaimana mengenali anak kecil yang stress.. .??

Setiap anak memiliki kepribadian yang berbeda, begitu pula cara menunjukkan ketidaknyamanannya. Cara yang umum adalah menangis. Kadang juga dalam situasi tertentu ia seperti sengaja menghindar, misalnya tak mau sekolah. Secara fisik, anak stress bisa dilihat dari tubuhnya yang gemetaran atau yang biasanya tak pernah mengompol tiba-tiba menjadi mengompol lagi. Perubahan prilaku juga kerap terjadi, yang biasa terlihat jelas adalah

1. Perubahan mood. Sikap menentang dan keras kepala
2. Perubahan pola tidur
3. Ngompol
4. Sering mengeluh sakit . keluhan yang dialami seperti pusing, sakit perut, sesak nafas dll
5. Prestasi sekolah menurun
6. Pemurung dan lebih banyak menyendiri
7. Mengalami mimpi buruk
8. Tidak mau berpisah dengan orangtua
9. Pada batita juga bisa muncul kebiasaan baru seperti mengisap jempol, memainkan rambutnya, pada anak yang lebih besar (usia sekolah) mulai berbohong atau mem-bully temannya.

Ada beberapa cara untuk menghindari anak menjadi stres, biasa disarankan untuk melakukan :

1. Komunikasi.
Orangtua sebaiknya berhati-hati dalam menggunakan kata-kata dalam menegur anak. Pengaturan pesan, maksud walaupun dengan niat tujuan baik tapi dalam penyampaian nya salah, malah membuat harga diri anak terluka. Anak akan merasa diremehkan dan cendrung memiliki citra diri yang negative yang akan membuatnya rentan stres contoh kasus sang anak merasa bangga mendapat pujian dari gurunya. Alangkah baiknya bila orangtua menyampaikan dengan kata “ wah hebat, bagaimana ceritanya ?’ daripada menjawab “ aaah..baru juga segitu sudah bangga !”…

2. Dengarkan.Masih bagian dari komunikasi, jadilah pendengar yang baik bagi anak. Adakala anak butuh teman berbagi cerita dan mencurahkan perasaannya, bila diacuhkan dia merasa tidak dianggap dan akan kehilangan rasa percaya diri.

3. Bila anak salah, tegur dengan spesifik. 
Menegur anak yang berbuat salah, tegurlah apa yang menjadi inti kesalahannya, bukan dengan menambahkan embel-embel “ dasar anak nakal atau dasar anak bodoh “. Bila si anak sadar akan inti kesalahannya dia pasti berusaha untuk tidak mengulanginya lagi. Di cap label negative bisa terus melekat dalam pikiran anak tersebut, sehingga akan membuat dia merasa ragu dan tak percaya diri dalam melakukan apapun.

4. Pujian.
Sekali-kali berilah si anak kata-kata pujian dan ungkapan rasa bangga, ini akan membuat anak sadar apa yang sudah dia lakukan bila melaksanakan hal-hal yang baik. Tapi pujiannya jangan terlalu berlebihan, karena bisa membuat sang anak jadi sombong dan tak baik juga untuk perkembangannya.
5. Pancing.
Ketika anak ingin menceritakan atau mengeluarkan kekesalannya, biarkan ia berpikir dan mencari solusi sendiri sambil orangtua mengajak nya berdiskusi. Ini akan membuatnya terbiasa memecahkan masalahnya sendiri dan sebagai orangtua member saran bila diminta/diperlukan.

6. Cinta tak bersyarat.Memberikan rasa nyaman kepada anak, maksudnya sebagai orangtua tetap mendukung ataupun tetap menyayangi dalam kondisi anak seperti apapun. Tapi tetap dalam koridor yang seharusnya, bila salah dibilang salah bila benar katakan benar.

7. Membuat pola asuh yang konsisten.
Untuk Orangtua Buatlah aturan yang konsisten terhadap anak, jangan sampai ada perbedaan antara ibu dan ayah yang membuat sang anak bingung dan akhirnya memihak ke salah satu. Terlebih dahulu orangtua samakan persepsi, visi dan misi dalam mendidik anak.

Biarkan lah anak-anak kita tumbuh dan berkembang menikmati masa kecilnya yang indah tanpa ada rasa stress.


Sumber: http://anaqita.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar